Deterjen
sebatilan, atau campuran sebatian, yang digunakan dalam tugas pembersihan.
Bahan utamanya ialah garam natrium bagi asid organik yang dinamakan asid
sulfonik. Asid sulfonik yang digunakan dalam pembuatan deterjen merupakan
molekul berantai panjang yang mengandung 12 hingga 18 atom karbon per molekul.
Sebagai bahan pembersih lainnya, deterjen merupakan buah dari salah satu kemajuan
teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan minyak
bumi, ditambah dengan bahan kimia lainnya seperti fosfat, silikat, bahan
pewarna, dan bahan pewangi. Sekitar 1960-an deterjen generasi awal muncul
menggunakan bahan kimia pengaktif
permukaan (surfaktan) alkyl benzene sulfonat (ABS) yang mampu
menghasilkan busa. Namun karna sifat ABS yang sulit diurai oleh mikroorganisme
dipermukaan tanah, akhirnya digantikan dengan senyawa linier alkyl
sulfonat (LAS) yang diyakini relatif
lebih akrab dengan lingkungan.
Pada
banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan digganti dengan LAS.
Sedangkan di indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada.
Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah,
kestabilannya dalam bentuk krim atau pasta dan busannya melimpah.
Penggunaan
sabun sebagai bahan pembersih yang dilarutkan dengan air di wilayah pegunungan
atau daerah pemukiman bekas rawa sering tidak menghasilkan busa. Hal itu
disebabkan oleh sifat sabun yang tidak akan menghasilkan busa jika dilarutkan
dalam air sadah (air yang mengandung logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan deterjen dengan air yang
bersifat sadah, akan tetap mengghasilkan busa yang berlimpah. Sabun maupun deterjen
yang dilarutkan dalam air pada proses pencucian, akan membentuk emulsi bersama
kotoran yang akan terbuang saat dibilas. Namun ada pendapat keliru bahwa
semakin melimpahnya busa air sabun akan membuat cucian menjadi lebih bersih.
Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap kotoran dan debu,
tetapi dengan adanya surfaktan, pembersih sudah dapat dilakukan tanpa adanya
busa.
Opini
yang sengaja dibentuk bahwa busa yang melimpah menunjukan daya kerja deterjen
adalah menyesatkan. Jadi, proses pencucian tidak bergantung ada atau tidaknya
busa atau sedikit dan banyaknya busa yang dihasilkan. Kemampuan daya pembersih
deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena adanya daya kerja
enzim dan pemutih akan afektif. Tetapi, mencuci dengan air panas akan
menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian berwarna sebaiknya jangan
menggunakan air hangat dan panas. Pemakaian
deterjen juga kerap menimbulkan persoalaan baru, terutama bagi pengguna yang
memiki sifat sensitif. Pengguna deterjen dapat mengalami iritasi kulit, kulit
gatal-gatal, ataupun kulit menjadi terasa lebih panas usai memakai deterjen.
Maka dari itu kami meluncurkan CLEAN sebuah prodak deterjen yang aman untuk kulit sensitif karna kita
menggunakan bahan senyawa linier alkyl sulfonat (LAS) yang lebih ramah
lingkungan. Prodak kami menghasilkan lebih sedikit busa namun tetap mempunyai
kualitas yang sangat baik dalam menghilangkan noda pakaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar